"Gus"
Dalam lingkungan pesantren, sebutan Gus adalah suatu hal yang lazim didengar.
Gus adalah gelar untuk menyebut anak kyai yang mempunyai arti “abang” atau “mas”. "Gus" dalam tradisi pesantren itu adalah suatu gelar yang otomatis melekat, suatu ascribed status, dimana kedudukan yang diperoleh secara otomatis.
Tidak perlu seorang Gus mengenalkan dirinya Gus kepada orang lain, karena orang lain sudah tahu mengenai ke-Gus-annya. Dengan demikian, "Gus" adalah semacam pangeran dalam keraton jawa. Gelar "Gus" biasanya ditemui di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Gelar "Gus" juga menunjukan adanya strata sosial dalam lingkungan pesantren. “Gus” itu semacam kepanjangan tangan kyai, karena mereka adalah harapan penerus pesantren.
Karena jabatan Kyai biasanya menurun kepada anak atau menantunya. Dengan demikian, menjadi Gus adalah menjadi bayang-bayang dari ayahandanya, dan bahkan Kyai yang sudah menjadi Kyai, tetap dipanggil sebagai Gus, seperti Gus Dur dan Gus Mus.
Melihat posisi Gus mempunyai nilai tawar yang tinggi di mata masyarakat, maka banyak orang yang juga ingin dipanggil dengan sebutan “Gus”. Orang macam ini harus dipertanyakan kejujurannya, karena tidak serta merta ia menggunakan gelar itu seenaknya, karena ia tidak bisa mengubah takdir orangtuanya.
Mungkin saja, dengan melekatkan nama "Gus" maka ia ingin memudahkan marketing dirinya, karena tanpa gelar "Gus" ia bukan siapa-siapa dan tidak bisa apa-apa.
0 comments:
Post a Comment